Kamis, 27 September 2012

Panik

Di cubicalku ada telepon untuk urusan kantor, tepat di belakang mejaku.Meskipun telepon itu kebanyakan untuk sekretaris dan divisi penjualan, tapi kami editor ataupun penulis yang biasanya ngangkat. Soalnya di meja sekretaris dan personalia sudah ada seperangkat telepon yang tiap kali berdering. Entah telepon dari mana saja, kadang dari mitra penjualan, kadang dari penulis freelance yang bukunya sedang atau telah proses di sini. Dari sekian dering itu, ada saja di luar sana yang bikin ulah.

Beberapa waktu lalu, saat aku yang terima, ada penulis curhat sambil marah-marah. Kaitannya sama royalti. Segera telpon itu kualihkan ke yang berwenang. Biasanya mas Hilman yang menjelaskan. Hari ini mas Hilman dibikin pusing, karena ada lagi orang telepon yang malah curhat panjang kali lebar. "Orang-orang ini ada-ada saja." Terus dia juga dudul, saat ada customer yang ngasih alamat, di tengah-tengah tulisan alamat ada emoticon wajah dengan ekspresi melet. "Duh, apalagi ini?!" katanya dongkol. Huaa, aku tahu. Itu karena si customer ngetik titik dua diikuti huruf p tanpa spasi. Kucoba dia untuk mencoba ngetik itu. Benar adanya. Dia hanya panik aja.

Pesan moralnya : efek panik bikin orang jadi dudul. :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar