Minggu, 25 Desember 2011

Dia Gay, It's OK.

Ini Cerita Fiksi yang diangkat dari kisah nyata.

Aku baru menyadari benar kalau dia gay. Sejak dulu memang dia sering menyinggung soal gay. Di sela-sela pembicaraan yang tak ada hubungannya dengan gay, dia sering tiba-tiba mengaitkannya dengan gay. Suatu hari aku ingin menonton film drama, dia bilang "I just watch action movie. Man who watch drama is gay." katanya begitu.

Ah iya, dia sejak SMA kuliah sekolah di Swedia, lalu kuliah di sana hingga kini bekerja di sana. Dia lebih sering berbahasa Inggris, meski bahasa Indonesianya fasih. Dia berbicara dalam tulisan. Sudah terlalu lama dia di Eropa, hingga ketinggalan momen bagaimana remajanya.

Bla,.. bla..

Dia akhirnya mengakui gay padaku. Tapi orangtuanya tidak tahu. Dan jangan sampai tahu. Ini bisa jadi kiamat kubro bagi ayahnya yang pernah terkena struk. Juga, ia tak ingin mamanya terluka mengetahui kenyataan ini. Jadi, ketika mamanya mengenalkan dengan seorang perempuan yang diniatkan untuk jadi calon istrinya ia tak kuasa menolak.

Yang lebih penting, perempuan itu baik. Gadis baik-baik, pintar, dan punya karir yang baik untuk masa depan. Dia setuju dengan rencana pernikahan bulan agustus tahun depan. Semua mulai disiapkan. Mulai dari  memilih gedung, baju pernikahan, hingga mencatat tamu yang hendak diundang.

Tibalah saatnya sebulan sebelum ikatan sakral itu diremcanakan, saat dia mendesign undangan, dia tiba-tiba semacam mendapatkan satu pencerahan bahwa ia tak boleh menyakiti perempuan itu hanya demi  pernikahan yang sesungguhnya tidak ingin ia lakukan. Ia menyadari bahwa terhadap perempuan itu bukanlah cinta, hanya semacam memahami perasaannya. Dia lebih tertarik dengan teman lelakinya.

Atau, mungkin dia hermaprodit. Suka laki-laki sekligus suka perempuan. Tapi sekali lagi ia merasakan perasaan yang aneh, semacam dorongan bahwa ia harus jujur pada perempuan calon pengantinnya bahwa ia gay.

Kejujuran itu dilontarkan tentu tidaklah mudah. Perempuan itu pertama kali mendengar tidak percaya, dikira becanda. Tapi setelah 5 hari kemudian, perempuan itu kahirnya paham bahwa memang benar sepertinya selama ini dia hanya sibuk dengan pernikahan untuk dirinya sendiri. Lelaki itu hanya semacam pelengkap atau entahlah sulit dilukiskan.

lelaki itu tidak berani untuk mengatakan putus. Dan lagi-lagi, ia hanya meminta maaf sembari menyampaikan kalimat semanis mungkin agar perempuan tetap tegar menghadapi ini. Ia katakan bahwa perempuan itu akan mendapatkan lelaki yang lebih pantas untuk memberikan kebahgiaan. Dan ia akan memilih jalannya sendiri.

perempuan itu pun akhirnya memahami dengan lebih sadar, namun ia memberi syarat kepada sang lelaki agar orang-orang tidak perlu tahu alasan pembatalan pernikahannya. Katakan pada semuanya bahwa mereka membatalkan pernikahan atas dasar pemikiran yang matang.

Akhirnya dengan keputusan bersama, perempuanlah yang memberitahu bahwa pernikahan batal kepada keluarga laki-laki. Sang ayah langsung limbung dan dadanya nyeri. Perempuan memberi lewat telepon langsung ke mama sang laki-laki. Mama menyampaikan dengan baik-baik pada ayah yang sedang membuka menatar buku di rak.

Ayahnya syok dan merasa terhina, karena ia sudah memberitahu kepada seluruh kerabat dan teman-teman tentang rencana pernikahan anak lelakinya bulan depan. Meski pemberitahuan telanjur menyebar dari mulut ke mulut, meski belum ada undangan.

Sang lelaki tak berani memberitahu langsung kepada sang ayah. begitupun ibunya bingung, karena anaknya hanya bilang bahwa pernikahan batal karena banyak hal yang tidak cocok. Kini keluarga mereka sedang dilanda prahara yang tak biasa.

bagi sang lelaki ini suatu kelegaan, karena ia bisa menyatakan keadaan dirinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar