Selasa, 20 Desember 2011

Ingin mengasah mental dengan jadi sales!

Aku ingin belajar jadi sales!

Hah? Sejak dulu aku tak pernah benar-benar tertarik jualan. Pernah iseng jualan baju saat jaman kuliah, tapi hanya iseng, untung syukur, gak untung ya sudah gpp. Karena saat itu menemukan baju murah-murah, lalu kujual ulang. Lalu jualan asesoris, itupun sambil lalu. Namun, sejak baca buku Merry Riana, aku ingin mengasah mentalku untuk jadi interpreneur. Namanya orang jualan, tujuannya mendapatkan untung. Harus disiplin bagaimana caranya mencapai target dapat untung. Aku harus mampu closing, dalam konteks apapun. Menyelesaikan tulisan seefektif mungkin. Bertemu dengan orang, kalau sudah diniatkan ketemu, harus ketemu, meski hanya 'sai hello'. Seolah tiada artinya hanya bertemu, namun di baliknya banyak arti, karena seseorang itu seringkali 'sesuatu' aset.

Aku ingin menjual produk keuangan dan produk kecantikan. Belajar meyakinkan orang atas kebutuhannya. Ini bukan bisnis semata, tapi soal bagaimana aku melatih diri bisa dipercaya dan diandalkan. Ini sangat bagus untuk mengembangkan diriku. 

Sekarang, I am freelancer in writing (and journalism), consultant at PT Prudential Live Assurance, and consultant at d'BC. Bekerja dengan waktu yang tak terikat. Ini pas untuk keadaanku yang secara fisik belum kuat untuk ke sana sini dengan jadwal terikat pasti.

Konon perempuan mampu multitasking, aku ingin membuktikannya. Ini bukan untuk gaya-gayaan, namun sungguh untuk menghidupi diriku dan self maintaining agar terus menghargai hidup. 

Kemarin (19 Desember 2011) dalam sebuah acara refleksi "Dari Dunia untuk Indonesia' oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (i-4) bekerja sama dengan Kemenristek, seorang pembicara mengatakan bahwa seorang profesor mustinya juga berjiwa interpreneur. Bukan hanya bisa penelitian, tapi mampu menjual produk penelitiannya dengan nyata. Inspiring!

Aku ingin bisa menjual. Juga harus kuliah setinggi-tingginya. Juga, dalam acara itu, my bos (Profesor X) bilang kita harus sekolah sampai Ph.D, karena itu jenjang intelektual tertinggi. "Soal pekerjaan, lain lagi," lanjut beliau. Beliau bercerita, anaknya berhenti kuliah, tidak menyelesaikan Ph.Dnya di Jepang karena ilmu yang digeluti nantinya tidak ada guna di Indonesia (jurusan Cryptology). My bos menyarankan agar anaknya tetap selesaikan S3, mengenai pekerjaan bisa lain lagi. Beliau akan buatkannya bengkel tambal ban di depan rumah sebagai kerjaan untuk hidup (entahlah ini hanya berkelakar atau sungguhan), mengingat profesor ini telah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari periset, wartawan, investigator, founder lembaga riset, founder penerbit dan percetakan, hingga loper koran. Hebat kan? Inti terhebatnya bisa bermanfaat buat banyak orang, puluhan mahasiswa dan pelajar ia biayai, sekian kepala keluarga bekerja padanya, dekat dengan semua kalangan, mulai dari preman hingga kepala BIN dia rangkul. Orangnya juga santai, sangat! Kemana-mana pakai pakaian preman dan sandal. Sekalipun belum pernah kutemukan pakai jas dan dasi. Gak akan habis aku menulis tentang beliau di sini.

Aku sering memperhatikan detail setiap langkah beliau, bagaimana beliau bisa punya relasi yang begitu banyak dan setiap beliau bicara, semua orang mendengar dengan seksama. Beliau memang salah satu orang yang memiliki kharisma. Beliau senang mengajak ngobrol orang baru yang ketemu di jalan. Mulai dari kasir buku, petugas cek bandara, pramugari, mafia, hingga jenderal dia ajak becanda. Konsentrasi beliau sangat bagus. Aku pernah naik pesawat bersebelahan sama beliau. Saat operator pesawat (entahlah apa ya namanya, yang ngasih woro-woro sebelum pesawat terbang) menyampaikan nomer penerbangan, dia menyimak kalau yang dikatakan 'operator' itu keliru menyebut nomor. Aku yakin seisi pesawat nggak ada yang menyimak. Aku lihat kanan kiri nggak ada yang komplain, tapi beliau segera bilang ke pramugarinya.

Dia juga bisa 'menghilang', kalau sedang tak ingin diganggu. Tidak heran, karena belaiu juga membina para aktifis, anak jalanan, dan inteligen. Orang lapangan. Suatu kali beliau harus menjadi pembicara di suatu acara kumpulan reserse di suatu propinsi. Acara itu untuk pagi hari, malamnya polisi sudah menjemput beliau di bandara. HP beliau mati. Polisi tidak menemukan jejak. Begitu juga di hotel. di jakarta. Tak ada. Karena saat berangkat beliau bersamaku, maka HP-ku semalaman hingga pagi bolak balik berdering dihubungi polisi yang kelimpungan mencari beliau. Jujur, aku juga saat itu tidak tahu beliau dimana. hehehe. Kami berada di hotel yang sama, tentu saja beda kamar. Saya sempat tahu kamar beliau, namun setelah itu beliau pindah dan berpesan ke resepsionis hotel untuk dirahasiakan nomer kamarnya. Kenapa saya berada di sana? Sudah kukatakan karena beliau pembina inteligen, jadi peran saya itu juga sebagai detektif. (Hahaha. Jangan percayaku, seorang inteligen tak akan ada yang mengaku sebagai inteligen!). Aku di sana untuk mengumpulkan sejumlah data kegiatan jenderal X untuk kepentingan lembaga riset.

Oh ya, kembali ke soal cara beliau jam 6.30 pagi. Hingga 5 menit sebelumnya beliau masih belum muncul. semua pembicara dan peserta sudah siap. Tiba-tiba sudah ada di tempat duduk pembiacara, tempat pada waktunya. Weleeeh!

Btw, sebagai peneliti LIPI, beliau seorang PNS. gajinya hanya cukup untuk membayar 2 supirnya. Tapi bagaimana bisa menghidupi banyak orang? "Bisa saja, ngerampok juga bisa." terang beliau di acara yang kusebut di awal. Entah itu cuma becanda, atau merampok beneran. Silakan kalau ada penyidik yang mau investigasi. Hehehe. Beliau juga sedang mengembangkan bisnis kelapa sawit dan membangun ratusan rumah baca. Kenapa bisa begitu? Karena relasi yang luas dan strategi yang tepat. Orang-orang menaruh kepercayaan.

Apa kaitannya dalam konteks menjual? Kita harus mengembangkan potensi diri secara optimal. Termasuk mengoptimalkan daya guna waktu luang dan strategi menjual. Produk yang sama dijual oleh pihak yang berbeda, bisa memiliki nilai yang berbeda di mata calon costumer. It's about trust!

Nah, tadi aku mau cerita apa ya jadi lupa.
Intinya aku harus belajar menjual produk, menjadi interpreneur dan tetap mewujudkan cita-cita untuk kuliah hingga jenjang tertinggi. Aku ingin sekolah himgga tingkat doktoral. karena itu pencapaian tertinggi derajat keilmuan secara formal. (boleh dong ya punya cita-cita). Mengenai pekerjaan, boleh lain lagi. Jika kelak gelar doktor-ku tidak bisa memberiku penghidupan, maka sejak dini aku harus mempersiapkan skill untuk bisa survive dan maju dalam hidup. Ini juga bukan gaya-gayaan dapat gelar, ini tentang menghormati hidup dan kesempatan. 

Bismillah, La haula walaa quwwata illa billah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar