Sabtu, 26 November 2011

Galau Tingkat Tinggi

Judulnya sesuatu banget. :D

Akhir-akhir ini sedang galau, bukan soal cinta, tapi soal karir masa depan. Kebanyakan orang seumurku sudah mengambil keputusan untuk membangun masa depannya, sementara aku masih seperti sedang di dalam kamar, di samping jendela, menatap halaman di balik rinai hujan. Seandainya aku keluar dan di ujung jalan menemukan persimpangan, aku tidak tahu harus ke kiri atau ke kanan.

Setiap orang memang beda mengambil angle tentang hidupnya. Kurasa aku termasuk orang yang bisa melihat banyak sisi positif dari setiap yang hadir di bumi ini. Jadi, meski galau tingkat tinggi, aku yakin semua akan baik-baik saja. Kadang bandul hidup memang perlu bergoyang (galau) untuk menuju titik keseimbangan.

Kadang memang ada hal-hal yang di luar kemampuan kita untuk bisa merubah atau membangunnya. Kadang begitu saja takdir telah memanggil.

Akhir-akhir ini aku merasa sangat terpanggil untuk memanfaatkan background studiku Biologi. Di sisi lain, pengalaman kerjaku jauh di luar bidang sains tersebut. Pengalaman sebagai seniman teater, jurnalis, dan menjadi staf di sebuah lembaga riset sosial, kupikir akan membuatku mantap meninggalkan Biologi. Tapi ternyata tidak, aku masih kadang sedikit membaca soal perkembangan kebiologian. Kadang, semacam ada suara-suara lirih yang memanggil. Sisi positifnya, aplikasi studi Biologi kini di mataku jadi lebih menarik ketimbang saat aku kuliah, itu artinya aku punya peluang untuk melakukan sesuatu yang berarti di bidang itu.

Teman-temanku lulusan Biologi pada umumnya telah mantap memilih jadi peneliti, dosen, guru, atau bidang lain seperti perbankan, asuransi, dan bahkan bisnis. Perjalanan yang mereka lewati tentu saja berbeda denganku. Andaipun ditawari tukaran nasib, rasanya aku pun tak mau. Jadi, aku tidak pernah menyesal apa saja yang telah kuputuskan. Satu-satunya hal yang kusesali adalah jika seandainya nanti aku menjadi beban keluarga atau orang lain. Tentu saja, semoga tidak.

Cita-citaku sebenarnya sederhana, ingin menjadi manusia berguna, mandiri, bebas menjadi diriku sendiri dan tidak membebani siapapun. Sebenarnya kerja paling nyaman adalah menjadi bos untuk diri sendiri, apapun profesinya. Ingin menjadi seorang profesional di suatu bidang dan sekaligus membangun bisnis. Bisnis apa?  Belum juga memutuskan. Lhoh?

Kemampuanku rasanya sedang mentok, perlu peningkatan pengetahuan sistematis. Intinya perlu kuliah lagi. Saat ini ingin sekali sekolah lagi di luar negeri. Ingin melihat dunia yang luas ini. Tapi bahasa inggrisku juga masih pas-pasan.

Beberapa waktu lalu dengar cerita dari seorang teman, ada seorang Indonesia menjadi profesor di suatu perguruan tinggi ternama di Eropa, dengan 4 gelar doktor. Itu artinya profesional dalam 4 bidang (wow!), yang ternyata kuliahnya dimulai usia 28 tahun. Waah hebat ya. Aku berarti belum terlambat kan, jika hari ini masih membangun cita-cita untuk kuliah lagi untuk menjadi seorang profesional bidang tertentu.

Tadi diawal kukatakan galau bukan soal cinta, tapi ujungnya sepertinya harus terkait soal itu.

Umurku yang sekarang ini 28 tahun, kalau diukur dengan norma sosial di sini dituntut sudah harus segera menikah. Masa sih harus buru-buru? Ingat pesan Pak Mario Teguh, menikah jangan karena "kalau bukan sekarang, kapan lagi?" atau karena keterpaksaan sejenisnya. Menikahlah dengan penuh kasih dan suka cita. ;-)

Sebelumnya aku juga pernah punya target menikah umur 27 atau 28, kalau saat ini sih belum menentukan target waktu lagi. Aku juga sudah berusaha membangun hubungan serius, sudah berupaya mempertahankan. Tapi faktor jodoh memang ada faktor X yang ikut menentukan. Biarpun kita telah berjuang keras mempertahankan hubungan, jika Tuhan belum berkehendak berjodoh, suatu hubungan tidak bisa diselamatkan. Akan ada waktu yang tepat pada saatnya. Terdengar klise, namun memang demikianlah. Soal jodoh, seringkali kalau terlalu dicari justru kadang sulit ditemukan, jadi lebih bijak saat ini cari beasiswa sekolah saja. Hoho.

Intinya belum menemukan yang saling tepat.

Karena aku memang berniat besar untuk kuliah lagi di LN, jadi kali ini aku punya kriteria calon pendamping hidup yang salah satunya bisa memahami cita-citaku. Mungkin akan ada saatnya berpisah selama 2 tahun, itu bukan sesuatu yang mudah, tapi bisa dilalui jika saling menjaga kepercayaan. Atau syukur punya cita-cita yang sama, kuliah bareng di LN di negara yang sama.

"Sudahlah, kenapa sih harus ribet kuliah lagi di LN? Mendingan belajar mempersiapkan jadi ibu rumah tangga saja, mengurus suami dan anak-anak nggak kalah mulia lho! Jadi perempuan itu bla bla blah." demikian nasihat banyak orang. Siap, aku dengarkan. Jangan salah, aku pernah dalam kondisi itu, mempersiapkan diri untuk kemungkinan seandainya menikah nanti, jadi ibu rumah tangga saja, belajar masak, merawat rumah, dan berpikir apa yang bisa kulakukan untuk tetap produktif dari rumah. Tapi toh nggak nikah-nikah juga. Hohoho. Intinya, berlatih siap dengan segala kemungkinan.

--

Kalau dia yang kuliah di LN, aku harus ikut. Kalau aku yang ke LN, dia mungkin belum tentu bisa ikut, ntar dia mau kerja dimana kalau ikut aku.

Ya Allah, karuniakanlah aku pasangan yang menentramkan hati, yang mencintaiku dan kucintai, senantiasa dan selamanya. Jika masih jauh, maka dekatkanlah, jika sudah dekat, maka tunjukkanlah. Yang membuat hidupku lebih berarti, yang mendukungku kuliah lagi di LN, yang berakhlak baik dan seorang profesional. Yang Kau ridhoi. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar