Sabtu, 12 November 2011

Rakyat Lebay di Republik Lebay

Akhir-akhir ini nonton berita politik, makin pusing aja. TV Biru idolaku yang kayaknya dulu nampak cerdas sekarang pun lebay. TV Merah sudah lebih dulu lebay. Negara ini mau dibawa kemana rasanya ya sudah pasrahkan saja pada ahlinya. Ahli lebay?

Para pejabat negara ini pun tidak jelas, mana yang tulus bekerja untuk rakyat, mana yang cuma nyari kekuasaan saja. Rakyatnya masih pada kredit panci, pejabatnya kebanyakan cuma mikir pencitraan. Ini juga bikin aku tidak yakin bisa bertahan jika mempertahankan profesi jadi wartawan. Mending memang aku jadi wartawan Trubus saja kok ya. Bisa punya kesempatan banyak bertemu langsung dengan para praktisi perkebunan, pertanian, perikanan. Bisa bikin usaha produk-produk alam. Jadi pengusaha, lalu jadi konglomerat. Yess!

Lalu masuk daftar nama 400 perempuan terkaya di dunia. Lalu buat apa? Ini hanya cita-cita terlebai saja. Biarpun lebay tetap harus diusahakan, setidaknya dimulai dengan menyiram bunga setiap pagi.

Terus terang, aku sedang bingung menulis esai untuk daftar beasiswa master Upeace. Apa yang bisa kulakukan untuk Republik Lebay selalin dengan lebay itu sendiri?  Beberapa waktu lalu, aku menghindari soal pengetehuan alam, yakin banget mau ambil studi sosial. Tapi setelah kupikir lebih dalam, justru ilmu Biologi-ku perlu sungguh diaplikasikan. Bagaimana mengemukakan ide bahwa perdamaian itu selaras juga dengan aplikasi ilmu biologiku. Rasanya kok nggak nyambung blas ya. Eh tunggu dulu...

Di tawaran program spesial Upeace ada jurusan natural Resourse and Peace. Sebenarnya gambaran detailnya seperti apa aku belum juga paham, jadi bagaimana mau bikin esai yang nggambleh? Yang bisa meyakinkan PBB dan Nippon Foundation bahwa seorang perempuan yang punya mimpi lebay ini layak mendapatkan beasiswa itu. Yess!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar